2012 Dalam Ingatan

 

2012

2012 Dalam Ingatan

 

Saya mengingat mengawali 2012 jauh di pinggiran selatan Jakarta, tetapi dekat dengan sekumpulan orang yang sangat mendefinisikan hidup saya di tahun ini dan setelahnya. Saya teringat menyaksikan mesiu yang berubah menjadi pancaran cahaya di langit Jakarta dan pekaknya menyambut tahun ini dengan gemuruh. Di samping saya adalah perempuan yang saya cintai, yang kemudian saya nikahi 7 bulan kemudian. Di sekeliling kami adalah orang-orang yang nantinya menjadi mertua serta kakak dan adik ipar saya. Saya mengingat semua itu adalah baik adanya.

 

Saya teringat memasuki bulan Februari, dengan kenyataan mengejutkan bahwa ayah saya harus menjalani operasi, untuk mengobati penyakit yang melekat pada dirinya. Saya mengingat, semua itu kami serahkan sekeluarga kepada Yang Maha Kuasa, dan saya menyadari segala sesuatu yang dapat terjadi adalah karena penyertaan-Nya.

 

Saya teringat duduk di ruangan bioskop di akhir bulan Maret, menyaksikan Iko Uwais dengan tangkasnya menghabisi para begundal di gedung yang sarat dengan gembong kriminal terlawas. Saya tersenyum, di dalam segala kesadisan film laga tersebut, karena pada akhirnya ada sesuatu yang layak dibanggakan di perfilman Indonesia, dan kita  boleh berdiri tegak sebagai warga negara pemegang paspor hijau karena “The Raid” akhirnya dikenal dunia.

 

Saya teringat bulan Mei tahun ini, adalah bulan yang istimewa. Masih terbayang dengan sangat, ketika akhirnya dapat melihat sang legenda hidup Manchester, Morrissey merobek kemejanya sambil melantunkan “I know it’s over” di bawah atap tennis indoor senayan pada 10 Mei 2012. Lima hari kemudian kenangan akan sesuatu yang memiliki pancaran legendaris saya saksikan, ketika Pure Saturday mempersembahkan album terbaru mereka “Grey” didekap oleh kemegahan Gedung Kesenian Jakarta. Saya teringat akan 19 Mei 2012 adalah hari penting bagi keluarga tunangan saya pada waktu itu, karena itu adalah hari bahagia di mana kakaknya mengikat tali pernikahan dengan pria yang dicintainya. Ayah saya yang sudah berangsur-angsur pulih dari serangkaian operasi yang harus dialaminya, pun turut berbahagia menghadiri pernikahan mereka. Kami semua mengenang Mei, dan merasa itu semua adalah penyertaan-Nya yang ajaib.

 

Saya teringat 7 Juli 2012 adalah hari terpenting dalam kehidupan saya, karena di hari tersebut saya mengikrarkan janji untuk selamanya akan hidup bersama tunangan saya dalam sebuah ikatan suami-istri. Saya teringat 22 Juli 2012 adalah sebuah hari yang menyeruak sebagai sebuah mujizat karena akhirnya dapat menyaksikan Ian Brown, John Squire, Reni dan Mani bersama ribuan orang lainnya di Singapore Indoor Stadium. Jika ada mujizat kebangkitan di era modern ini, peristiwa itu adalah hal terdekat yang pernah saya alami. Saya mensyukuri dengan sangat semua pemberian Yang Di Atas di bulan Juli, hari-hari sebelumnya dan setelahnya, walaupun setelah The Stone Roses di Singapura itu saya terkapar hampir dua minggu akibat demam berdarah. Tapi itu semua ada dalam konsep rencana-Nya yang selalu menjadi misteri bagi kita manusia, namun penuh dengan keindahan.

 

Saya teringat memasuki bulan September dan berulang tahun untuk pertama kalinya sebagai seorang suami. Saya teringat menghabiskan waktu-waktu tersebut dalam liburan di Singapura, dan mengunjungi pulau Sentosa untuk berwisata dan merupakan pertama kalinya setelah 21 tahun. Saya teringat mengakhiri bulan September, menyaksikan terbitnya mentari dengan candi borobudur yang setengah mati menunjukkan kegagahannya di tebalnya kabut pagi, dan teringat betapa agungnya Yang Maha Kuasa. Itu semua adalah hari-hari terakhir musim panas, bagaikan sebuah momen yang berkepanjangan dan tidak pernah berhenti, seperti cahaya mentari yang selalu kita rasakan kehangatan sepanjang hidup ini.

 

Lalu datanglah 20 November 2012. Saya teringat wajah kakak saya memberitakan berita itu, jelang tengah malam ketika saya baru selesai mandi. Saya teringat akan mimik muka istri saya di Skype ketika saya memberitahu kabar tersebut. Saya teringat raut muka ibu saya memegang telefon, mencoba mengkoordinasi apa yang harus dilakukan, namun tidak dapat menahan kesedihan. Saya teringat kata-kata adik saya, yang saya temui di rumah sakit menanyakan bukannya harusnya ia akan pulang ke rumah besok dengan matanya yang berkaca-kaca. Saya teringat mencium kening tubuh yang sudah tidak bernafas itu, kening yang sama yang saya kecup beberapa jam sebelumnya ketika saya pamit hendak pulang dari kamar rumah sakit itu, tanpa pernah menyadari bahwa itu akan menjadi salam terakhir saya kepadanya sebelum ia berpulang ke rumah Bapa. Saya teringat akan tanggal 21 November 2012, ketika semua kerabat orangtua saya, sanak saudara, teman-teman kami, datang tanpa henti untuk memberi penghormatan terakhir kepada ayah saya di rumah kami. Saya teringat 22 November 2012, teringat wajah-wajah orang-orang yang selalu diperhatikan ayah saya sepanjang hidupnya dan pelayanannya di gereja kami. Dan mungkin untuk pertama kalinya di samping peti ayah saya di gereja kami, saya mengerti apa artinya berduka dan menyadari betapa mengagumkannya ayah saya sebagai seorang pribadi. Saya teringat guyuran hujan deras yang mengantar kami meninggalkan Jakarta, dan mempertemukan kami dengan bukit-bukit hijau San Diego Hills, untuk mengantarkan ayah saya ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Saya teringat akan semua yang baik yang telah ia lakukan untuk ibu saya, untuk kakak saya, untuk adik saya, dan untuk saya pribadi. Saya tersenyum karena Tuhan telah begitu baik menyertai kami, dan memang segala sesuatu ada waktunya dan tiada yang kekal. Ia telah memilih waktu yang baik, dan sekarang ayah saya telah bersamaNya.

 

Saya teringat 02 Desember 2012, ketika kakak saya dalam perayaan yang sangat sederhana namun begitu indah, menikah dengan perempuan yang ia cintai. Saya teringat kehangatan dan keintiman seluruh seremoni, bagaimana mereka dipersatukan, dan tidak hanya mereka tapi kami semua sebagai keluarga baru yang dipertemukan dalam pernikahan tersebut.

 

Saya teringat 21-23 Desember 2012 menghabiskan waktu bersama teman-teman kami. Teman-teman yang kebetulan juga mengikat tali pernikahan mereka tahun ini, dan saya mengucap syukur boleh bertemu dengan orang-orang hebat seperti mereka. Saya teringat membicarakan masa depan dengan istri saya, sebuah masa depan dengan banyak ujung yang masih terbuka, sebuah tantangan yang masih harus dijawab, yang sekali lagi belum tentu dapat kami jawab sendiri-sendiri, tetapi saya tahu saya memiliki dirinya, dan dia memiliki saya, dan yang terpenting kami selalu menyerahkan apapun yang kami hadapi di bawah pimpinan Yang Maha Kuasa, dalam mengarungi derasnya waktu ini.

 

Saya mengucap syukur akan 2012, saya mengucap syukur akan teman-teman yang saya miliki, saya mengucap syukur akan pekerjaan saya, saya mengucap syukur atas artis-artis hebat yang boleh saya saksikan langsung tahun ini. Saya mengucap syukur untuk keluarga saya yang saya kasihi, saya mengucap syukur memiliki seorang istri yang begitu mengagumkan dan selalu mendampingi saya dalam momen apapun, baik itu hanya sedekat hembusan nafas, atau dipisahkan oleh ribuan kilometer dan ribuan kaki di atas laut. Saya melihat ke belakang, ke tahun 2012, dan saya melihat semuanya itu baik. Terima kasih TUHAN.

 

David Wahyu Hidayat 

Tinggalkan komentar